Minggu, 02 Agustus 2009

RENUNGAN KEMATIAN

Waktu sangat Singkat
Jarak semakin dekat

Dia Datang tanpa di minta
Dia Tandang tanpa di undang

Siapkah kita kala saat itu mendekat.
Saat Izrail datang menyapa..

Sebaik Hidup adalah menghisab diri dari hari kehari
Sebaik Nafas adalah merenungi setiap detik yang telah terlalui..

Saatnya bertanya pada diri ; Sudah Cukupkah bekal kita kembali ke Kampung halaman sesungguhnya?

Kehidupan berlangsung tanpa disadari dari detik ke detik. Apakah anda tidak menyadari bahwa hari-hari yang anda lewati justru semakin mendekatkan anda kepada kematian sebagaimana juga yang berlaku bagi orang lain?

Seperti yang tercantum dalam ayat "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan." (QS. 29:57).

Tiap orang yang pernah hidup di muka bumi ini ditakdirkan untuk mati. Tanpa kecuali, mereka semua akan mati, tiap orang. Saat ini, kita tidak pernah menemukan jejak orang-orang yang telah meninggal dunia. Mereka yang saat ini masih hidup dan mereka yang akan hidup juga akan menghadapi kematian pada hari yang telah ditentukan. Walaupun demikian, masyarakat pada umumnya cenderung melihat kematian sebagai suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja.

Coba renungkan seorang bayi yang baru saja membuka matanya di dunia ini dengan seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut. Keduanya sama sekali tidak berkuasa terhadap kelahiran dan kematian mereka. Hanya Allah yang memiliki kuasa untuk memberikan nafas bagi kehidupan atau untuk mengambilnya.

Semua makhluk hidup akan hidup sampai suatu hari yang telah ditentukan dan kemudian mati; Allah menjelaskan dalam Quran tentang prilaku manusia pada umumnya terhadap kematian dalam ayat berikut ini:

Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS. 62:8)

Kebanyakan orang menghindari untuk berpikir tentang kematian. Dalam kehidupan modern ini, seseorang biasanya menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang sangat bertolak belakang [dengan kematian]; mereka berpikir tentang: di mana mereka akan kuliah, di perusahaan mana mereka akan bekerja, baju apa yang akan mereka gunakan besok pagi, apa yang akan dimasak untuk makan malam nanti, hal-hal ini merupakan persoalan-persoalan penting yang sering kita pikirkan. Kehidupan diartikan sebagai sebuah proses kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Pembicaraan tentang kematian sering dicela oleh mereka yang merasa tidak nyaman mendengarnya. Mereka menganggap bahwa kematian hanya akan terjadi ketika seseorang telah lanjut usia, seseorang tidak ingin memikirkan tentang kematian

Rabu, 29 Juli 2009

Jadwal Pengajian

Setiap Hari Selasa Malam Rabu
Jam : 20.00 - 23.00
Tempat : Wujud Genteng H. Amin
Jl. Masjid Al-Ghofur

Selasa, 23 Juni 2009

Media Dakwah

Mengapa Harus Mencari Solusi Dengan Bid’ah.

Oleh H. Zulkarnain ElMadury

Bagian 1

Ini problem, atau memang karena umat telah jauh dari perangkat sunah, jejak dan prilaku rasulullah saw, sebagai alas pijakan kita dalam segala kiat kehidupan, baik yang menyangkut masalah masalah aqidah, ubudiyah ataupun muamalat. Terutama menyangkup prinsip jalan hidup mengabdi sebagai hamba Allah (Ubudiyah) telah menjadi tumpuan utama umat dalam mencari solusi dari kesulitan kesulitan mereka. Walapun tidak tahu persis bentuk ibadah solusi yuang dianutnya, mereka yakin, bahwa amalan yang mereka lakukan adalah upaya sunnah dalam rangka mendapatkan pertolongan Allah, mendekatkan diri dan keluar dari kesulitan yang melanda.

Anehnya ritual bid’ah ini mendatangkan simpati dari masyarakat awam, bahkan menjadi modal menguntungkan dan dagangan paling laris yang puncaknya menyedot perhatian umat awam sunah, kendati mereka menyandang beranekaragam predikat sarjana. Tetapi keawaman biasa saja terjadi oleh sebab latar belakang pendidikan mereka berangkat dari umum. Kalaupun sempat mempelajari Islam, itupun berangkat dari metode yang tidak jelas. Akibatnya, lahir anggapan bahwa, amalan yang dilakukan mereka itu adalah Islam, padahal bukan.

" إن الإسلام بدأ غريبا و سيعود غريبا كما بدأ فطوبى للغرباء . قيل : من هم يا رسول الله ؟ قال : الذين يصلحون إذا فسد الناس " . قال الألباني في " السلسلة الصحيحة " 3 / 267

Rasulullah SAW. Bersabda: Sesungguhnya Islam awal datangnya asing, kelak akhirnya akan kembali asing sebagaimana awalnya.Beruntunglah mereka yang asing”. Lalu ditanya (Shahabat).”Siapa mereka itu Ya Rasulullah ?. Rasulullah SAW. Bersabda: Mereka yang membangun kembali kebaikan ketika manusia telah rusak”. Menurut Al Bany hadist ini Shohe. Ini dasar naqliyah yang menggambarkan tentang keberadaan ummat sesudah nabi. Mereka (para pejuang sunnah) tidak lagi mendapat tempat di hati umat. Tetapi bid’ah bid’ah bermunculan menebarkan racun keyakinan ditengah umat Islam atas nama Islam. Sunnah menjadi momok menakutkan, seolah siraman bara api di tubuh korbannya. Bid’ah menjadi media mencapai ketata’atan yang didasarkan pada dalih demi UKHUWAH Islamiyah. Jeleknya mereka beranggapan langsung ataupun tidak, bahwa mereka yang tidak setuju dengan acara bid’ah itu dianggap tidak ukhuwah, tidak toleransi, dan tidak tahu kondisi. Instrumen ini muncul sebagai bentuk pembelaan terhadap ajaran Bid’ah dan sebagai manifesto keislaman yang beraliran prtakmatisme idialisme. Dengan menyuguhkan banyak praktek ibadah bid’ah, seperrti dzikir bersama. DHUHA BERSAMA, dan bentuk ritual lainnya yang membangkan sunnah Rasul.

Mengapa hasrus dengan cara cara bid’ah mengajak ummat dekat dengan Allah, bukankah cara cara seperti sama dengan cara kaum musyrikin yang menjadikan berhala sebagai media pendekatan kepada Allah. Mereka yang menjaddi inisiator dari DZIKIR BERSAMA dan DHUHA BERSAMA mereka menjadi tentram dengan ajaran yang salah itu ketimbang menyampaikan sunnah yang penuh dengan resiko. Dzikir bersama jelas merupakan alternatif dzikir yang menjauhkan diri mereka dari sunnah, demikian juga halnya Dhua bersama, hanya akan menambah jauhnya umat Islam dari Sunnah, Juga akan menjuhkan umat Islam dari Islam yang murni. Jangan kemudian produk otak manusia seperti halnya Dzikir dan Dhuha bersama dianggap mampu menye- matkan rasa damai dan ketentraman hati, kalaupun itu terjadi pasti itu adalah nyanyian setan dalam menjebak manusia dalam jaring kesesatan.

Semua produk bid’ah tidaklah bersifat alami atau muncul dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil rekayasa para Da’i yang bingung mencari alternatif dakwah, sehingga terpaksa melakukan mall praktek terhadap dakwah, dengan harapan dapat menyedot perhatian dan simpati umat, sekalipun harus meram- pas hak rasul sebagai manusia panutan (Sunah).Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda

حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ [صحيح بخارى ]

Hudhaifah bin Yaman berkata: “ Para shahabat bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, dan aku bertanya tentang kejelekan yang khawatir menim- paku. Tanyaku: “Ya Rasulullah dulu kita berada dalam suasana Jahiliyah. Kini Allah mendatangkan kebaikan kepada kita. Lalu apakah sesudah kebaikan akan ada keburukan ?”, Sabdanya:” Benar “. Tanyaku: “ Dan apakah sesudah kejelekan akan ada lagi kebaikan ?”. Sabdanya: “Benar, dan pada kebaikan itu ada kesamaran “. Tanyaku: “Seperti apa kesamarannya”. Sabdanya: “Kaum yang menjalankan petunjuk bukan petunjukku, engkau mengenal kebaikannya dan mengingkarinya”. Tanyaku: “lalu setelah kebaikan itu masih ada lagi kejahatan ?”. Sabdanya:” Benar, yakni para da’i yang mengajak keneraka Jahannam. Mereka yang menyambut ajakannya dia akan terlempar ke Neraka”. Tanyaku :”Ya Rasulullah terangkan sifat sifat mereka itu kepada kami !. Maka Sabdanya:”Mereka itu dari umat kami dan berbahasa dengan bahasa kita “. Kataku:”Lalu apa perintahmu padaku jika aku mendapati itu”. Sabdanya:”Tetap seperti biasa dalam satu jemaah dengan kaum muslimin dan dalam bingkai kepemimpinan mereka”. Tanyaku:”Lalu jika jemaah dan imamnya tidak mereka miliki?”. Sabdanya:”Tinggalkan semua kelompok yang ada, meskipun harus makan akar pohon sehingga mati mnejemput dan kamu tetap berprinsip Sunnah”.{Shohe Bukhari hadist ke 3338}

Hadist tersebut mengandung matan yang membenarkan peristiwa akhir zaman, ketika sunah ternoda; pertama munculnya orang mengabaikan sunnah Nabi dan mendorong lahirnya gagasan bid’ah. Kedua, kebaikan yang samar, sulit dibedakan antara sunnah dengan bid’ah, dan mereka berlomba beramal dengan sunnah sunnah ciptaan mereka sendiri. Nafsunya menjadi kiblat dalam menentukan arah berpikir umat Islam. Ketiga, adalah para da’i yang merintis amalan yang disandarkan kepada Nabi, tetapi pada hakikatnya dapat menjerumuskan umat kedalam kesesatan (Neraka). Sebuah axioma abad itu mengarahkan makna dan pengertian jemaah dan Imam pada kelompok kelompok yang ada padahal bertolak belakang dengan Sunnah. Sikap kita adalah, meninggalkan semua kelompok yang ada dengan berprinsip hijrah dari kemunafikan para da’i yang menebar kiat ibadah bid’ah. Karena selamanya bid’ah tidak akan pernah toleran dengan kebenaran sunnah, apapun alasan mereka dalam membela bid’ah.


Editor : Sudirman,S.Sos.I

Visi dan Misi Muhammadiyah

Social List Bookmarking Widget

ImageSetiap organisasi, termasuk Muhamma-diyah, tentu memiliki misi tertentu yang diembannya. Sejak sebuah organisasi didirikan, para pendirinya sudah merancangkan langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan, agar cita-cita yang ingin dicapai dengan mendirikan organisasi itu bisa diwujudkan. Misi yang merupakan tugas utama organisasi yang sifatnya mendasar dan fundamental, mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis bagi sebuah organisasi. Di samping misi itu menjadi semacam “penuntun” bagi semua komponen organisasi kearah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, ia juga menjadi pembeda antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya yang bergerak di bidang yang serupa. Dengan perkataan lain, misi membentuk organisasi memiliki ciri yang khas, yang membedakannya dari organisasi lainnya yang sejenis.

Melihat pentingnya posisi dan peranan misi bagi setiap organisasi, maka seperti halnya tujuan organisasi, menjadi sebuah prinsip yang tidak bisa ditawar, bahwa misi organisasi itu harus dirumuskan dengan rumusan yang jelas. Dalam perumusan sebuah misi, menurut seorang pakar manajemen stratejik, yaitu Prof. DR. S.P. Siagian, MPA, ada beberapa ciri yang harus tergambar dalam misi itu, antara lain: pertama, ia merupakan suatu pernyataan yang bersifat umum dan berlaku untuk kurun waktu yang panjang tentang ‘niat’ organisasi yang bersangkutan; kedua, ia mencakup filsafat yang dianut dan akan digunakan oleh organisasi itu; ketiga, secara implisit menggambarkan citra yang hendak diproyeksikan ke masyarakat luas; keempat, ia merupakan pencerminan jati diri yang ingin diciptakan, ditumbuhkan dan dipelihara; kelima, menunjukkan produk apa yang menjadi andalan dari organisasi dan keenam, menggambarkan kebutuhan apa dari masyarakat yang akan diupayakan untuk dipuaskan oleh organisasi.

Ada banyak manfaat yang dapat dipetik dengan adanya rumusan sebuah misi organisasi. Di antara manfaat itu adalah bahwa dengan rumusan yang tepat, membuat anggota organisasi punya persepsi yang sama tentang maksud keberadaan organisasi. Ini penting, karena kesamaan persepsi pada gilirannya akan menimbulkan kesamaan gerak dan tindakan dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawab masing-masing, di samping juga menjadi semacam pendorong bagi anggota untuk memberikan kontribusi yang optimal kepada organisasi. Adanya rumusan yang jelas juga memudahkan bagi perumusan langkah dan program organisasi serta penentuan tipe dan struktur organisasi, baik vertikal maupun horizontal.

Di samping itu adanya rumusan misi yang jelas juga memudahkan orang luar untuk memahami apa sesungguhnya yang akan diusahakan oleh organisasi, dan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang setuju untuk memberikan dukungan, bahkan keinginan untuk bergabung dengan organisasi tersebut.
Memperhatikan demikian pentingnya peranan misi bagi sebuah organisasi, di samping mutlak perlunya rumusan yang jelas tentang misi tersebut, timbul pertanyaan, apakah dalam dokumen-dokumen resmi Persyarikatan sudah ada rumusan tentang misi Muhammadiyah itu? Kalau kita menelaah Anggaran Dasar Muhammadiyah, secara harfiah memang tidak ditemukan istilah misi.

Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah, sejak Anggaran Dasar pertama sampai dengan Angaran Dasar keempatbelas, istilah yang digunakan -istilah mana semakna dengan istilah misi- adalah istilah maksud, kecuali Anggaran Dasar keempat dan kelima, yang menggunakan istilah hajat. Istilah misi kita jumpai pada tulisan para tokoh Muhammadiyah, terutama Ustadz H. Ahmad Azhar Basyir, MA Ketua PP Muhammadiyah periode 1990-1995, yang secara khusus pernah menulis tentang Misi Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam. Istilah misi dalam dokumen resmi, baru kita jumpai pada Keputusan Muktamar ke-44, khususnya pada Program Muhammadiyah Periode 2000-2005, yang secara eksplisit merumuskan visi dan misi Muhammadiyah.

Pada dokumen-dokumen tersebut, misi Muhammadiyah itu berkisar pada tiga pokok substansi, yang oleh Ustadz Ahmad Azhar disebut sebagai tiga pola perjuangan Muhammadiyah, yang secara eksplisit dirumuskan sebagai berikut: 1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni, sesuai dengan ajaran Allah SwT yang dibawa oleh seluruh Rasul Allah, sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw; 2. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an, Kitab Allah yang terakhir untuk umat manusia, dan Sunnah Rasul; 3. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan peribadi, keluarga dan masyarakat.

Kalau kita cermati secara saksama rumusan misi Muhammadiyah tersebut, agaknya telah memenuhi kriteria sebagaimana telah dikemukakan di atas. Tiga butir misi yang satu sama lain merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan itu kiranya telah memenuhi ciri-ciri yang diisyaratkan oleh Prof. Dr. S.P. Siagian serta telah berhasil membentuk jati diri Muhammadiyah yang khas, yang membedakan Muhammadiyah dengan organisasi Islam lainnya, yang sama-sama bergerak di bidang dakwah. Jati diri Muhammadiyah yang telah berhasil dibangun melalui misi tersebut, bahwa Muhammadiyah adalah sebuah organisasi gerakan yang senantiasa berjuang menyebarluaskan ajaran Islam, yang selalu berpegang teguh pada keyakinan tauhid yang murni serta berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

Semua aktivitas Muhammadiyah yang memasuki seluruh aspek kehidupan pada hakekatnya merupakan perwujudan dari misi tersebut. Tidak ada aktivitas Muhammadiyah yang terlepas dari misi tersebut, apalagi sampai bertentangan dengan semangat dan jiwa yang terkandung di dalamnya. Bahkan tidak hanya itu. Misi Muhammadiyah tersebut tidak hanya menjadi ciri bagi Muhammadiyah secara kelembagaan, tetapi seharusnya juga menjadi ciri bagi setiap individu dalam Muhammadiyah. Ciri orang Muhammadiyah yang menonjol adalah bahwa dia memiliki keyakinan tauhid yang kokoh dan sangat peka terhadap paham, keyakinan, kepercayaan dan sebagainya yang berbau syirik, yang dapat merusak keyakinan tauhidnya. Di samping itu, orang Muhammadiyah adalah orang yang sangat giat berdakwah dan berusaha untuk mengamalkan ajaran Islam dalam keseharian hidupnya, tanpa bertanya apakah hukum amalan itu wajib, sunnah atau mubah. Semua amalan yang telah dituntunkan dan dicontohkan oleh Rasul Allah Muhammad saw, diusahakan untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah para aktivis dan pimpinan Muhammadiyah sudah seperti itu?

Photo Kegiatan Pengajian Ranting